Jumat, 29 November 2013

Artikel



PACARAN??? NIKAH DULU DONK..


Dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pacaran diartikan sebagai teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan batin yang berdasarkan cinta dan kasih sayang yang disimbolkan dengan status kekasih atau tunangan dengan tujuan untuk pernikahan.

Menjadi hal yang sangat penting dan mendasar bila kita mengetahui perspektif Islam mengenai Pacaran. Seperti yang kita ketahui, agama Islam merupakan agama yang memiliki aturan-aturan lengkap dan sempurna, yang tidak hanya mengandung permasalahan Aqidah dan Ibadah saja, namun juga Akhlak, Adab, Muamalah, bahkan Siyasah. Kelengkapan dan kesempurnaan itulah yang menjadikan agama Islam merupakan agama yang Paripurna yang merupakan penyempurna risalah agama-agama sebelumnya.

Dalam hal pergaulan antara laki-laki dan perempuan, risalah Islam memiliki aturan-aturan yang harus ditaati dalam rangka mencapai mashlahat hidup di dunia maupun akhirat serta rangka mencapai ridho sang pemberi peraturan, yakni ALLAH Subbhanahu wa ta’ala. Dimana, peraturan pergaulan antara laki-laki dan perempuan dibingkai dalam batasan-batasan tertentu, yang dijelaskan dan diklasifikasikan oleh Para Ulama dalam bab Akhlak dan Adab. Islam menjunjung tinggi hak dan kehormatan perempuan, hal itu yang menjadi dasar  ada nya batasan-batasan dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan, dimana tujuan intinya adalah untuk menjaga kehormatan perempuan, sebagaimana ALLAH menjadikan salah satu surat An-Nisa’ yang arti nya perempuan. Itu membuktikan bahwasanya dalam Islam, perempuan memiliki kedudukan istimewa.

Telah disebutkan bahwasanya tujuan pacaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah tahap/proses menuju jenjang yang sakral, yakni pernikahan. Namun demikian, tahap/proses  menuju pernikahan (yang disebut pacaran) yang berkembang dimasyarakat tidaklah sesuai dengan tahap/proses yang terdapat dalam tuntunan agama Islam. Islam memiliki cara tersendiri dalam pentahapan menuju pernikahan, dimana kaidah-kaidah aturannya mengedepankan kesucian hubungan dan kehormatan, seperti larangan mendekati zina yang terdapat pada Q.S. Al-Isra : 32 yang artinya “Dan janganlah kamu mendekati zina karena sesungguhnya zina itu merupakan perbuatan yang keji dan jalan yang buruk”.  Bila kita analisis dalil Naqli tersebut, bahwasanya berzina merupakan perbuatan keji dan mendekati nya pun dilarang, seperti fenomena yang berkembang dalam masyarakat, kegiatan pacaran dapat dikategorikan ke dalam “mendekati zina” seperti : berpandang-pandangan, berkhalwat, bersentuhan dan lain sebagainya. Padahal hal itu jelas dilarang dalam islam berdasarkan adanya dalil Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Namun perkembangan pemahaman kaum liberalis membuat pemahaman umat Islam menjadi tidak mengenal lagi ajaran agama nya, dan ini merupakan bukti kebobrokan umat. Kebanyakan kaum muda menganggap bahwa pacaran itu adalah hal yang lumrah, antara laki-laki dan wanita saling berkenalan dan menjalin sebuah hubungan dengan maksud mengetahui satu sama lain. Bila kita memandang efek samping pacaran, sebenarnya menimbulkan banyak mudhorot. Seperti : sulit berkonsentrasi saat belajar maupun bekerja, sulit memanfaatkan waktu dengan baik, lalai dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, dan berpeluang terjerumus kepada zina.

 Sebagian orang mengatakan bahwa pacaran itu sama halnya seperti Ta’aruf. Padahal,  bila kita tela’ah lebih dalam, istilah ta’aruf dalam Islam diartikan sebagai tahap pengenalan yang memiliki aturan-aturan tersendiri. Misalnya dalam hal menjaga pandangan (ghodul bashar), ketika berkunjung ke rumah wanita yang hendak dinikahi haruslah menjaga pandangan karena dalam konsep ini belum berstatuskan halal. Hal ini terdapat dalam Shahih Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma yang bertanya kepada Rasullulah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang tiba-tiba ? maka beliau bersabda : “Palingkan Pandanganmu”. 

Kemudian dalam hal Suara, suara dan ucapan wanita sebenarnya bukanlah aurat yang terlarang. Tetapi sangat dilarang bagi seorang wanita bersuara serta berbicara  berlebihan dari hal yang tidak diperlukan dan tidak boleh melembutkan suara. Sehingga terkesan sebagai wanita yang lembut. Tidak hanya itu, isi pembicaraan tidak boleh berupa hal yg membangkitkan syahwat dan mengundang fitnah. Jika demikian maka suara dan ucapan menjadi aurat dan fitnah yang terlarang bagi wanita. Dan Ta’aruf sendiri, sebenarnya dapat dilakukan dengan meminta bantuan dari orang tua, teman, maupun kerabat yang dipercaya untuk dapat mencarikan calon pendamping, kemudian mencari informasi lebih dalam mengenai sang calon, baik itu dari segi ibadah, akhlak, dan juga nasabnya. Ketika ia merasa cocok dengan kriteria target calon tersebut, barulah dapat dilakukan khitbah dan dilanjutkan ke tahap jenjang pernikahan.

Dengan cara seperti ini, Insya Allah kita akan mendapatkan pasangan yang terbaik, karena ta’aruf sudah mencakup syarat yang benar dalam pemilihan jodoh. Orang yang melakukan ta’aruf menggambarkan bahwa dirinya memiliki  kebijakan tersendiri, dan dengan cara seperti itu pula, Insya Allah akan terhindar dari maksiat mendekati zina dan terjauh dari zina. Sebagaimana janji Allah bahwa lelaki yang baik untuk perempuan yang baik, dan perempuan yang baik untuk lelaki yang baik.

Islam telah mengatur segala sisi kehidupan kita, yang bertujuan memberi kesejahteraan lahir dan bathin serta mencapai ridho-Nya. Menikah adalah sunnah Rasul, seperti yang diriwayatkan dalam hadis Bukhari yang artinya “Menikah itu merupakan sunnahku, barang siapa yang membenci sunnahku bukanlah dari golonganku”. Tujuan menikah sangatlah baik dan mulia, karena merupakan suatu bentuk ibadah dalam hal pengabdian kepada Allah dan dalam rangka ittiba’ terhadap sunnah Rasullah, juga merupakan perbuatan menuju ketakwaan kepada Allah, mendekatkan hubungan antar keluarga dan ukhuwah islamiyah, pemenuhan kebutuhan emosi dan seksual yang sah dan benar, dan untuk memperoleh keturunan yang sah. Dari tujuan-tujuan tersebut, dapatlah dikatakan bahwa Pacaran setelah pernikahan sangatlah indah. Karena dimasa itu kita baru merasakan indahnya pacaran yang halal tanpa ada batasan-batasan. Saling menciptakan keharmonisan dalam membangun sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah bersama pasangan kita. Bersama-sama mendidik anak agar menjadi anak yang sholeh dan sholehah yang nantinya akan menjadi generasi penerus kita. 

Selain merupakan sunnah, menikah menjadi wajib bagi seseorang yang telah matang atau siap secara lahir dan bathinnya untuk membangun kehidupan rumah tangga bersama pasangannya. Seperti yang telah diriwayatkan oleh sebuah hadist Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud, yang artinya "Wahai generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara”. jika ternyata belum siap, maka akan dikhawatirkan kehidupan rumah tangganya kelak. Karena dalam kehidupan setelah menikah atau berumah tangga, pasti sangat banyak rintangan yang membutuhkan kesabaran antara kedua belah pihak dalam mempertahankan pernikahannya. 

Jadi, dalam pemilihan jodoh haruslah berdasarkan syariat-syariat agama Islam. Agar kita terhindar dari zina yang berakibat fatal bagi diri kita sendiri. Bukan dengan melalui pacaran, karena dalam Islam tidak ada yang namanya pacaran. Jagalah  diri dari segala hal yang tidak baik, peliharalah diri untuk menjadi insan yang sholeh dan sholehah agar kelak mendapatkan pasangan yang demikian. Jadi, pacaranlah setelah menikah.