PACARAN??? NIKAH DULU DONK..
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pacaran
diartikan sebagai teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan batin
yang berdasarkan cinta dan kasih sayang yang disimbolkan dengan status kekasih
atau tunangan dengan tujuan untuk pernikahan.
Menjadi
hal yang sangat penting dan mendasar bila kita mengetahui perspektif Islam
mengenai Pacaran. Seperti yang kita ketahui, agama Islam merupakan agama yang
memiliki aturan-aturan lengkap dan sempurna, yang tidak hanya mengandung permasalahan
Aqidah dan Ibadah saja, namun juga Akhlak, Adab, Muamalah, bahkan Siyasah. Kelengkapan
dan kesempurnaan itulah yang menjadikan agama Islam merupakan agama yang Paripurna
yang merupakan penyempurna risalah agama-agama sebelumnya.
Dalam
hal pergaulan antara laki-laki dan perempuan, risalah Islam memiliki
aturan-aturan yang harus ditaati dalam rangka mencapai mashlahat hidup di dunia
maupun akhirat serta rangka mencapai ridho sang pemberi peraturan, yakni ALLAH
Subbhanahu wa ta’ala. Dimana, peraturan pergaulan antara laki-laki dan
perempuan dibingkai dalam batasan-batasan tertentu, yang dijelaskan dan diklasifikasikan
oleh Para Ulama dalam bab Akhlak dan Adab. Islam menjunjung tinggi hak dan kehormatan
perempuan, hal itu yang menjadi dasar
ada nya batasan-batasan dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan,
dimana tujuan intinya adalah untuk menjaga kehormatan perempuan, sebagaimana
ALLAH menjadikan salah satu surat An-Nisa’ yang arti nya perempuan. Itu
membuktikan bahwasanya dalam Islam, perempuan memiliki kedudukan istimewa.
Telah
disebutkan bahwasanya tujuan pacaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah
tahap/proses menuju jenjang yang sakral, yakni pernikahan. Namun demikian,
tahap/proses menuju pernikahan (yang disebut
pacaran) yang berkembang dimasyarakat tidaklah sesuai dengan tahap/proses yang
terdapat dalam tuntunan agama Islam. Islam memiliki cara tersendiri dalam
pentahapan menuju pernikahan, dimana kaidah-kaidah aturannya mengedepankan
kesucian hubungan dan kehormatan, seperti larangan mendekati zina yang terdapat
pada Q.S. Al-Isra : 32 yang artinya “Dan janganlah kamu mendekati zina karena
sesungguhnya zina itu merupakan perbuatan yang keji dan jalan yang buruk”. Bila kita analisis dalil Naqli tersebut,
bahwasanya berzina merupakan perbuatan keji dan mendekati nya pun dilarang,
seperti fenomena yang berkembang dalam masyarakat, kegiatan pacaran dapat dikategorikan
ke dalam “mendekati zina” seperti : berpandang-pandangan, berkhalwat,
bersentuhan dan lain sebagainya. Padahal hal itu jelas dilarang dalam islam
berdasarkan adanya dalil Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam. Namun perkembangan pemahaman kaum liberalis membuat pemahaman umat
Islam menjadi tidak mengenal lagi ajaran agama nya, dan ini merupakan bukti
kebobrokan umat. Kebanyakan kaum muda menganggap bahwa pacaran itu adalah hal
yang lumrah, antara laki-laki dan wanita saling berkenalan dan menjalin sebuah
hubungan dengan maksud mengetahui satu sama lain. Bila kita memandang efek
samping pacaran, sebenarnya menimbulkan banyak mudhorot. Seperti : sulit
berkonsentrasi saat belajar maupun bekerja, sulit memanfaatkan waktu dengan
baik, lalai dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, dan berpeluang terjerumus
kepada zina.
Sebagian orang mengatakan bahwa pacaran itu
sama halnya seperti Ta’aruf. Padahal, bila kita tela’ah lebih dalam, istilah
ta’aruf dalam Islam diartikan sebagai tahap pengenalan yang memiliki aturan-aturan
tersendiri. Misalnya dalam hal menjaga pandangan (ghodul bashar), ketika berkunjung
ke rumah wanita yang hendak dinikahi haruslah menjaga pandangan karena dalam
konsep ini belum berstatuskan halal. Hal ini terdapat dalam Shahih
Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma yang bertanya kepada
Rasullulah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang tiba-tiba ?
maka beliau bersabda : “Palingkan Pandanganmu”.
Kemudian
dalam hal Suara, suara dan ucapan wanita sebenarnya bukanlah aurat yang
terlarang. Tetapi sangat dilarang bagi seorang wanita bersuara serta berbicara berlebihan dari hal yang tidak diperlukan dan
tidak boleh melembutkan suara. Sehingga terkesan sebagai wanita yang lembut. Tidak
hanya itu, isi pembicaraan tidak boleh berupa hal yg membangkitkan syahwat dan
mengundang fitnah. Jika demikian maka suara dan ucapan menjadi aurat dan fitnah
yang terlarang bagi wanita. Dan Ta’aruf sendiri, sebenarnya dapat
dilakukan dengan meminta bantuan dari orang tua, teman, maupun kerabat yang
dipercaya untuk dapat mencarikan calon pendamping, kemudian mencari informasi
lebih dalam mengenai sang calon, baik itu dari segi ibadah, akhlak, dan juga
nasabnya. Ketika ia merasa cocok dengan kriteria target calon tersebut, barulah
dapat dilakukan khitbah dan dilanjutkan ke tahap jenjang pernikahan.
Dengan
cara seperti ini, Insya Allah kita akan mendapatkan pasangan yang terbaik,
karena ta’aruf sudah mencakup syarat yang benar dalam pemilihan jodoh. Orang
yang melakukan ta’aruf menggambarkan bahwa dirinya memiliki kebijakan tersendiri, dan dengan cara seperti
itu pula, Insya Allah akan terhindar dari maksiat mendekati zina dan terjauh
dari zina. Sebagaimana janji Allah bahwa lelaki yang baik untuk perempuan yang
baik, dan perempuan yang baik untuk lelaki yang baik.
Islam telah
mengatur segala sisi kehidupan kita, yang bertujuan memberi kesejahteraan lahir
dan bathin serta mencapai ridho-Nya. Menikah adalah sunnah Rasul, seperti yang
diriwayatkan dalam hadis Bukhari yang artinya “Menikah itu merupakan sunnahku,
barang siapa yang membenci sunnahku bukanlah dari golonganku”. Tujuan menikah
sangatlah baik dan mulia, karena merupakan suatu bentuk ibadah dalam hal pengabdian
kepada Allah dan dalam rangka ittiba’ terhadap sunnah Rasullah, juga merupakan
perbuatan menuju ketakwaan kepada Allah, mendekatkan hubungan antar keluarga
dan ukhuwah islamiyah, pemenuhan kebutuhan emosi dan seksual yang sah dan
benar, dan untuk memperoleh keturunan yang sah. Dari tujuan-tujuan tersebut,
dapatlah dikatakan bahwa Pacaran setelah pernikahan sangatlah indah. Karena
dimasa itu kita baru merasakan indahnya pacaran yang halal tanpa ada
batasan-batasan. Saling menciptakan keharmonisan dalam membangun sebuah rumah
tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah bersama pasangan kita. Bersama-sama
mendidik anak agar menjadi anak yang sholeh dan sholehah yang nantinya akan
menjadi generasi penerus kita.
Selain merupakan
sunnah, menikah menjadi wajib bagi seseorang yang telah matang atau siap secara
lahir dan bathinnya untuk membangun kehidupan rumah tangga bersama pasangannya.
Seperti yang telah diriwayatkan oleh sebuah hadist Bukhari dan Muslim dari Ibnu
Mas’ud, yang artinya "Wahai generasi muda ! Bila
diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih
terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara”.
jika
ternyata belum siap, maka akan dikhawatirkan kehidupan rumah tangganya kelak.
Karena dalam kehidupan setelah menikah atau berumah tangga, pasti sangat banyak
rintangan yang membutuhkan kesabaran antara kedua belah pihak dalam
mempertahankan pernikahannya.
Jadi, dalam pemilihan jodoh haruslah berdasarkan
syariat-syariat agama Islam. Agar kita terhindar dari zina yang berakibat fatal
bagi diri kita sendiri. Bukan dengan melalui pacaran, karena dalam Islam tidak
ada yang namanya pacaran. Jagalah diri
dari segala hal yang tidak baik, peliharalah diri untuk menjadi insan yang
sholeh dan sholehah agar kelak mendapatkan pasangan yang demikian. Jadi, pacaranlah
setelah menikah.